skip to Main Content
Kehalalan Dalam Mendapatkan Produk Bersertifikat Halal

Kehalalan Dalam Mendapatkan Produk Bersertifikat Halal

Sertifikat halal adalah hal yang wajib dimiliki oleh produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di Indonesia.

Sebelum melalui proses sertifikasi halal, perusahaan harus memahami kriteria sistem jaminan halal (SJH) yang termuat dalam HAS 23000. Selain itu, perusahaan juga harus menerapkan sistem jaminan halal sebelum mendaftarkan produknya untuk mendapatkan sertifikat halal. Sistem jaminan halal tersebut yakni membuat manual dari sistem jaminan halal perusahaan, menetapkan kebijakan halal, dan mensosialisasikannya ke seluruh pemangku kepentingan.

Produk yang ingin bersertifikat halal pada makanan dan minuman pertama-tama harus memenuhi persyaratan dan prosedur sistem jaminan halal yang telah ditetapkan oleh MUI.

Dalam bidang kuliner sendiri kita harus banyak inovasi dari segi penamaan dan bentuk produk yang berbeda yang tentunya akan banyak menarik para konsumen. Dan para pelaku usaha di bidang kuliner berlomba-lomba membuat banyak inovasi agar produknya banyak disukai, seperti pada roti buaya, cake doggy dog, taiyaki, maupun makanan-makanan yang berbentuk seperti ular atau lainnya.

Jika demikian, apakah bentuk dan penamaan suatu produk makanan yang tidak lazim itu bisa diproses dalam sertifikasi halal? Dan apakah bentuk dan penamaan tersebut sudah pasti halal?

Seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa perusahaan harus memahami kriteria sistem jaminan halal (SJH) pada buku HAS23000 yang mengacu dalam sebelas kriteria Sistem Jaminan Halal (SJH) sudah diberitahukan bahwa merek atau nama produk tidak boleh menggunakan nama yang mengarah pada sesuatu yang diharamkan atau ibadah yang tidak sesuai dengan syariah Islam.

Halalnya produk yang terdapat dalam sertifikat halal yang terdapat dalam penjelasan Kepala Bidang Auditing Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), yaitu Dr. Ir. Mulyorini R. Hilwan, M.Si.

Nomor: SK46/Dir/LPPOM MUI/XII/14 terdapat dalam surat keputusan Direktur LPPOM MUI mengungkapkan bahwa hal tersebut sudah dijelaskan dalam keputusan nama dan bentuk produk yang tidak dapat disertifikasi halal.

Dan juga dalam fatwa MUI sudah diberitahukan tentang karakteristik atau profil sensori pada produk yang tidak boleh memiliki kecenderungan bau atau rasa yang mengarah kepada produk haram atau yang telah dinyatakan haram.

Dan juga ada penjelasan tentang beberapa produk yang tidak dapat disertifikasi halal, yaitu :

Dari segi penamaan,
Produk yang tidak dapat disertifikasi adalah nama produk yang mengandung nama minuman keras, mengandung nama babi dan anjing serta turunannya, mengandung nama setan, yang mengarah pada hal-hal yang menimbulkan kekufuran dan kebatilan, serta mengandung kata-kata berkonotasi erotis, vulgar, dan/atau porno.

Adapun dari segi bentuk,
Produk tidak dapat disertifikasi apabila berbentuk hewan babi dan anjing ataupun bentuk produk atau label kemasan yang sifatnya erotis, vulgar dan/atau porno.

Namun ada juga penjelasan tentang beberapa produk yang boleh atau dapat disertifikasi halal, yang dimana dalam produk yang telah mentradisi (`urf), dikenal secara luas dan dipastikan tidak mengandung unsur-unsur yang diharamkan seperti nama bir pletok, bakso, bakmi, bakwan, bakpia, dan bakpao. (HalalMUI)

Lalu merek/brand produk yang mengandung nama produk haram lainnya dibolehkan untuk disertifikasi, contoh merek garuda, kubra, bear, crocodile, cap badak. Serta, nama produk yang mengandung kata seksi dan sensual boleh disertifikasi karena terkait dengan karakter dan harapan untuk aplikasi produknya, contoh lipstick sexy pinky, lotion sensual amber, spa sensual.

Sumber :
https://www.halalmui.org/mui14/main/detail/kriteria-produk-bersertifikat-halal

Back To Top