OLEORESIN MEMILIKI TITIK KRITIS, MENGAPA BISA ??
A. Definisi Dan Penggunaan Oleoresin
Oleoresin merupakan campuran resin dan minyak atsiri yang diperoleh dari proses ekstraksi dari berbagai jenis rempah dengan menggunakan pelarut organic. Rempah yang digunakan dapat berasal dari buah, biji, daun, kulit maupun rimpang misalnya jahe,cabe,kapulaga,kunyit,pala,vanilla dan kayu manis .
Indonesia lama dikenal sebagai negara penghasil rempah rempah, yang saat ini masih lebih banyak digunakan sebagai pemberi citarasa atau bumbu, digunakan sebagai jamu dan sebagai obat tradisional peninggalan secara turun temurun.
Rempah rempah mengandung zat aktif aromatis yang apabila diekstrak dengan pelarut tertentu akan menghasilkan oleoresin. Ekstraksi oleoresin umumnya dilakukan dengan pelarut organic seperti etil diklorida, aseton, ethanol, methanol, heksan eter dan isopropilalkohol (Lentera,2004 di dalam Sulhatun, 2013).
Oleoresin adalah ekstraks yang mengandung essential oil dan fixed oil yang memiliki karakteristik rasa dari tumbuhan dan biasanya digunakan pada aplikasi pangan. Essential oil adalah komponen volatile dari tumbuhan yang biasa digunakan pada industry parfum dan kosmetik. Terdapat 3 teknik ekstraksi utama yang digunakan untuk memperoleh essential oil dan oleoresin dari tumbuhan yaitu steam distillation, organic solvent extraction dan liquid atau supercritical extraction ( Catchpole ,1996 didalam Oktora, 2007).
Keuntungan pengolahan rempah rempah dalam hal ini jahe contohnya menjadi oleoresin menurut
Djubaedah (1986) didalam Oktora (2003) adalah :
(1) menanggulangi masalah pencemaran oleh mikroba (kontaminasi jamur),
(2) volume dan berat (bulk) akan dikurangi karena oleoresin yang diperoleh berkisar 10-15 % dari berat jahe kering,
(3) meningkatkan nilai ekonomi jahe,
(4) bentuk oleoresin akan mudah larut dan lebih mudah didispersikan sertalebih mudah diolah,
(5) daya awet dan kelezatan oleoresin lebih seragam dan
(6) mengurangi atau menghindari pemalsuan jika dijual dalam bentuk rempah aslinya serta meningkatkan teknologi dalam negeri dan membuka lapangan kerja.
Aplikasi oleoresin banyak digunakan di industry pangan seperti industry bumbu dan sebagai bahan perisa, termasuk Industri farmasi dan kosmetik juga banyak menggunakan senyawa oleoresin. Karena sifat dari oleoresin memiiki bentuk yang sangat kental sampai berbentuk pasta, maka untuk memudahkan penggunaan dapat ditambahkan pelarut yang diizinkan seperti propilen glikol atau minyak nabati.
Tahapan umum proses pembuatan oleoresin adalah : persiapan bahan baku, tahapan ekstraksi dengan menggunakan pelarut organic dan suhu yang sesuai, setelah melalui proses ekstraksi dengan range suhu tertentu kemudian disaring serta evaporasi untuk menghilangkan pelarutnya. Analisa dilakukan untuk memastikan rendemen yang dihasilkan terhadap senyawa yang diinginkan (Sulhatun, 2013).
Penggunaan dan Potensi Oleoresin Indonesia Sebagaimana sudah disebutkan diatas, penggunaan oleoresin pada industry pangan cukup banyak. Oleoresin menjadi salah satu bahan preparat perisa yang digunakan dalam industry perisa. Industri bumbu dan seasoning termasuk condiment menggunakan oleoresin sebagai bahan baku nya. Untuk memudahkan aplikasi di industry penggunanya maka produsen oleoresin menyajikan produknya dengan menambahkan pelarut seperti propilen glikol atau minyak sayur, karena oleoresin bersifat larut dalam minyak. Penambahan emulsifier juga sangat dimungkinkan untuk memberikan kemudahan kepada pengguna lebih fleksibel untuk mencampurkannya dengan bahan bahan lain yang mungkin berbeda fase dengan oleoresin.
B. Titik Kritis Keharaman Oleoresin
Sebagaimana informasi yang disampaikan diatas, titik kritis keharaman oleoresin terletak pada :
- Bahan yang digunakan saat proses ekstraksi tumbuhan yaitu jenis pelarut yang digunakan. Pelarut etanol menjadi salah satu pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi. Penggunaan etanol sebagai pengekstrak dalam system audit halal di LP POM MUI. Berdasarkan surta Keputusan LP POM MUI DN29/Dir/LPPOM MUI/X/18 dinyatakan bahwa sebagai pelarut etanol yang boleh digunakan adalah yang bukan bersumber dari industry khamr misalnya dari fermentasi singkong atau molases.Oleoresin saat diperdagangkan, dapat juga ditambahkan dengan emulsifier. Contoh spesifikasi produk oleoresin diatas menjadi suatu bukti bahwa produk oleoresin memiliki potensi mengandung bahan yang tidak halal atau diragukan. Namun juga memungkinkan oleoresin yang dijual tanpa penambahan emulsifier, tergantung dari jenis oleoresinnya. Penambahan enzim dapat digunakan dalam proses produksi oleoresin, misalnya pada proses produksi oleoresin kunyit bisa ditambahkan enzim α-amilase dan glukoamilase pada bahan sebelum proses ekstraksi. Hal ini untuk meningkatkan rendemen oleoresinnya.
- Fasilitas Produksi. Tidak semua oleoresin menggunakan bahan tambahan emulsifier. Namun jika dalam satu fasilitas produksi ada yang menggunakan emulsifier dan jenis dan sumbernya belum diketahui dengan pasti, maka oleoresin yang diproduksi tanpa menggunakan emulsifier ditempat yang sama, statusnya menjadi subhat. Jika emulsifier yang digunakan mengandung bahan yang diharamkan,maka status dari oleoresin yang diproduksi di fasilitas yang sama tidak dapat digunakan untuk produksi halal. Karenanya memastikan bahwa semua bahan berasal dari sumber yang halal menjadi suatu keharusan. Indonesia memiliki potensi untuk memproduksi produk yang sesuai dengan persyaratan halal. Rempah rempah dan tanaman Indonesia yang berpotensi sebagai sumber oleoresin hingga saat ini belum dioptimalkan untuk diolah lokal. Dari data yang ada Indonesia masih mengekspor rempah/ tanaman dalam bentuk segar.
Sumber :
Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah
Buku Daftar Referensi Bahan-Bahan Yang Memiliki Titik Kritis Halal Dan Substitusi Bahan Non-Halal